Penelitian ini bertujuan untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut berupa tujuan efek estetika, nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan budaya dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan ajaran moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif mencakup reduksi data, sajian data, dan verifikasi serta simpulan. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari terlihat adanya efek kesenangan, kesedihan, dan efek estetika. Serta terdapatnya nilai-nilai yang dibaca oleh sipembaca seperti nilai agama, sosial, budaya, dan agama. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free DIKSI Jurnal Kajian Pendidikan dan Sosial p-ISSN 2809-3585, e-ISSN 2809-3593 Volume 3, nomor 2, 2022, 261 Doi 2022 DIKSI 253 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu” Karya Dewi Lestari Kasmawati* Universitas Muslim Maros, Indonesia *Coresponding Author kasma89 Article history Dikirim 19-12-2022 Direvisi 20-12-2022 Diterima 21-12-2022 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut berupa tujuan efek estetika, nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan budaya dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan ajaran moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif mencakup reduksi data, sajian data, dan verifikasi serta simpulan. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari terlihat adanya efek kesenangan, kesedihan, dan efek estetika. Serta terdapatnya nilai-nilai yang dibaca oleh sipembaca seperti nilai agama, sosial, budaya, dan agama. Cerpen Malaikat Juga Tahu; kritik sastra; pendekatan pragmatik PENDAHULUAN Sastra merupakan salah satu istilah yang berasal dari Bahasa Sansekerta. Kata “Sastra” berasal dari kata “Shastra” yang berarti pedoman shas pedoman dan sarana tra. Secara umum, pengertian sastra adalah suatu karya yang berbentuk tulisan dengan makna yang mendalam serta mengandung estetika. Sastra juga dapat dipahami dan memiliki arti yaitu mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, dan sebagai alat atau sarana untuk memberi petunjuk. Secara harfiah, kata sastra dalam bahasa Latin, “littera” yang artinya tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan dengan itu karya sastra mengandung unsur kemanusiaan seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Karya sastra sangat berfungsi seperti sebagai hiburan, mendidik, memberikan keindahan, serta memberikan ajaran ajaran mengenai agama yang dapat ditiru atau diteladani bagi pembaca serta penikmat karya sastra tersebut. Karya sastra menurut ragamnya terbagi menjadi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama. 1 Prosa terdiri atas dua jenis yaitu prosa lama dan prosa baru. Bentuk prosa lama terdiri dari hikayat, sejarah, kisah dan dongeng. Sedangkan, prosa baru terdiri dari cerpen, novel, roman, riwayat, kritik, sejarah, kisah, dan dongeng. 2 puisi, yang terdiri dari 4 jenis yaitu puisi lama, baru, bebas dan kontemporer. Dan 3Drama. Dalam penelitian ini membahas analisis cerpen dengan menggunakan sudut pandang pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik adalah salah satu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 254 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Cerpen merupakan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas. Meskipun cerpen hanya memiliki kisah cerita yang singkat, akan tetapi memiliki makna dan pengetahuan yang terkandung dalam sebuah cerpen. Biasanya cerpen memberikan nilai positif yang dapat diambil oleh pembacanya. Dengan begitu nilai positif tersebut dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari. Cerpen biasanya hanya mengisahkan cerita pendek tentang permasalahan yang dialami satu tokoh saja. Cerpen juga bisa disebut sebagai fiksi prosa karena cerita yang disuguhkan hanya berfokus pada satu konflik permasalahan yang dialami oleh tokoh mulai dari pengenalan karakter hingga penyelesaian permasalahan yang dialami oleh tokoh. Cerpen dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dengan memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, pengembangan imajinasi, pengembangan pengertian tentang perilaku manusia dan dapat menyuguhkan pengalaman universal yang sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari bercerita tentang kedekatan seorang penyandang autis yang dipanggil “Abang” makhluk paling dihindari di rumah Bunda dengan seorang gadis yang bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Setiap malam minggu mereka terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu hingga banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Adapun keseharian abang yaitu memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu dan mencucui baju setiap Senin, Rabu dan Jumat sesuai warna yang sudah ditentukan dan setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Abang memiliki saudara perempuan yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal dan memiliki adik laki-laki yang menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Namun, adiknya berpacaran dengan perempuan yang dicintai kakanya yang membuat bunda bingung karena mereka berdua adalah anak bunda ,tapi bunda yakin yang bisa mencintai paling tulus adalah Abang” Menariknya cerpen/cerita pendek “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari sangat konkrit dengan nilai bahasa yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan. Pembaca dapat terinspirasi oleh alur majunya yang elegan dengan kisah kehidupan di tiap paragrafnya. Cerpen ini juga memiliki lagu dengan judul yang sama yaitu “Malaikat Juga Tahu” dan dengan penulis yang sama, isi lagunya pun sangat konkrit dengan cerita yang sesuai dengan cerpennya. Selain itu, cerpen karya sastra Dewi Lestari ini juga telah diangkat dalam satu paket film yang berjudul Rectoverso. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah nilai apa saja yang terkandung dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari?. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai yang terkandung dalam cerpen “Malaikat Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 255 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Dan manfaat penelitian adalah agar pembaca dapat menelaah dan mengkritik karya sastra dengan objek yang sama ataupun berbeda. KAJIAN TEORI Kritik Sastra Kritik sastra berasal dari dua kata. Kata kritik berasal dari bahasa Yunani „krites‟ yang memiliki arti „hakim‟. Kata „krites‟ itu juga berasal dari kata „krinen‟ yang memiliki arti „menghakimi‟. Sementara itu, kata „kriterion‟ di dalam kirtes memiliki arti „dasar penghakiman‟. Ada juga bahasa Yunani „kritikos‟ yang memiliki arti „hakim kesusastraan‟, yang dalam hal ini, kritik sastra berasal dari kata „kritikos‟ yang memiliki arti „hakim kesusastraan‟. Artinya, kritik sastra tersebut dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra atau cabang ilmu sastra yang melakukan kegiatan analisis, penafsiran, dan juga penilaian terhadap teks sastra yang dalam hal ini merupakan karya seni. Kritik sastra merupakan salah satu cabang ilmu sastra ini biasanya berlaku untuk menghakimi suatu karya sastra. Selain menghakimi suatu karya sastra, kritik sastra juga berperan untuk mengkaji dan menafsirkan karya sastra secara lebih luas lagi Pradopo, 2009; Sayuti, 1993. Setelah mengetahui mengenai pengertian kritik sastra secara umum, adapun pengertian kritik sastra ahli, yaitu menurut Abrams, pengertian kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan suatu perumusan, klasifikasi, dan penerangan, serta juga adanya penilaian karya sastra. Sedangkan menurut Jassin, kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan Jassin ini maksudnya adalah suatu kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Dan menurut Widyamartaya dan Sudiati, pengertian kritik sastra adalah proses pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra Efendi, 2020, Kasno, 2020. Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat saya simpulkan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang dimana prosesnya dilakukan dengan pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat akan sebuah karya sastra, dan pertimbangan yang adil terhadap baik dan buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran suatu karya sastra. Dalam mengkritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Dalam mengkaji karya sastra tidak terlepas dari cara pandang penikmatnya, ketika mengkaji karya sastra seseorang akan memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek tertentu yang terkait dengan karya sastra tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan untuk mengkaji karya sastra. Pendekatan tersebut dibedakan menjadi beberapa macam,yaitu 1 pendekatan pragmatik, yaitu mengkritik karya sastra dengan melihat dari kegunaan suatu karya sastra yang kemudian diteliti dari bidang hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya. 2 Pendekatan mimetik bertolak pada pandangan bahwa suatu karya sastra yaitu mengenai gambaran atau rekaan dari lingkungan kehidupan dan kehidupan manusia. 3 Pendekatan ekspresif menekankan analisis pada kemampuan pengarang di dalam mengekspresikan atau Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 256 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional menuangkan idenya di dalam wujud sastra. Dan 4 pendekatan objektif adalah pendekatan untuk melihat karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Fungsi kritik sastra memiliki perbedaan satu sama lain, namun wajib melewati tiga tahapan seperti interpretasi penafisran, analisis penguraian, dan evaluasi penilaian. Secara garis besar, bisa disimpulkan bahwa fungsi kritik sastra yaitu sebagai media yang menghubungkan antara sastrawan dan penikmat sastra untuk memahami lebih dalam tentang karya sastra itu sendiri. Seorang kritikus mempunyai kewajiban untuk menerangkan teknik dan makna suatu karya sastra, agar mengandung isi, meskipun idiom, realitas sosial dan pembaharuan yang muncul membutuhkan proses untuk diterima oleh masyarakat. Dalam mengkaji karya sastra kita tidak bisa terlepas dari cara pandang penikmatnya, ketika mengkaji karya sastra seseorang akan memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek tertentu yang terkait dengan karya sastra tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan untuk mengkaji karya sastra. Pendekatan itu sendiri merupakan suatu aktivitas yang dipilih oleh seseorang dalam mengkaji suatu objek. Dalam hal ini, pendekatan yang dipilih yaitu pendekatan pragmatik. Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang melihat karya sastra sebagai media untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan yang ada kaitannya dengan pendidikan, moral, politik, agama, ataupun tujuan yang lain. Pendekatan pragmatik juga merupakan pendekatan yang melihat karya sastra sebagai sesuatu hal yang dibuat atau diciptakan untuk mencapai atau menyampaikan hal-hal tertentu kepada penikmat karya sastra, baik berupa kesenangan, estetika atau pengajaran moral, agama atau pendidikan dan lain-lain. Pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Pragmatik adalah studi mengenai kondisi kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat Bala, 2022; Casim dkk, 2019; Rahardi, 200312. Levinson berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya Rahardi, 200312. Serta menurut Tarigan 198534 pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pragmatik adalah telaah umum yang ditentukan oleh konteks masyarakat dan mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Manfaat mempelajari bahasa melalui pragmatik adalah bahwa lawan tutur dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan oleh penutur, asumsi penutur, maksud dan tujuan penutur, dan jenis-jenis tindakan sebagai contoh suatu permohonan yang diperlihatkan ketika penutur sedang berbicara. Akan tetapi, kerugiannya adalah bahwa semua konsep manusia sulit untuk dianalisis dalam suatu cara yang konsisten dan objektif Yule, 20145. Dalam hal ini, pragmatik menarik untuk dikaji karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik. Akan tetapi, pragmatik merupakan ruang lingkup studi yang Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 257 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional mematahkan semangat, karena studi ini mengharuskan seseorang untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik digunakan karena sesuai dengan sumber data yang membangun yaitu untuk mengetahui nilai-nilai yang ada di dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan online. Metode kepustakaan adalah satu jenis metode penelitian kualitatif dengan cara mengadakan studi lewat bahan bacaan yang relevan agar peneliti dapat menentukan data yang diinginkan dari pembaca. Setelah cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari memperoleh data, data tersebut dicatat peneliti denan baik. Kemudian data tersebut dianalisis sampai fokus penelitian terkumpul dan ditulis oleh peneliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Deskriptif adalah yaitu penggambaran atau penyajian data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai dengan objek penelitian, dengan cara menelaah secara seksama cerpen yang diteliti. Dalam verifikasi peneliti memeriksa kembali data analisis untuk membuktikan kebenaran hasil analisis. Teknik keabsahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi waktu. Triangulasi waktu yaitu teknik menguji dengan cara melakukan pemeriksaan secara berulang-ulang dengan waktu dan situasi yang berbeda sampai ditemukan data yang relevan. HASIL DAN PEMBAHASAN Menganalisis kritik sastra menggunakan pendekatan pragmatik cenderung digunakan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan alternatif yang mungkin untuk diterapkan sehingga teori pragmatisme ini menyesuaikan dengan kebijakan yang berlaku. Sebagai suatu pendekatan untuk mencari kebenaran dalam teks sastra, pendekatan pragmatik memiliki relevansi dengan sistem kefilsafatan pragmatik Heraklitus dalam Graff 1996167 mengembangankan teori kefilsafatan yang mirip dengan pragmatik modern. Nilai-Nilai yang terkandung dakam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari Cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari banyak mengandung nilai nilai sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen ini yaitu nilai Agama, sosial, pendidikan, moral, etika, estetika, perjuangan dan psikologi. Nilai Agama Nilai agama yang biasa disebut nilai religius adalah salah satu nilai yang terdapat didalam cerpen. Nilai ini bersumber dari ajaran dan penggambaran agama berupa norma atau kaidah yang berlaku dalam agama. Nilai tersebut ada disebutkan atau dijelaskan dalam kitab suci setiap penganut agama. Nilai tersebut ada Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 258 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional disebutkan atau dijelaskan dalam kitab suci setiap penganut agama. Nilai agama/ religius dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya” Pada kutipan pertama di atas dikatakan termasuk dalam nilai agama/religius karena terdapat kata Tuhan yang merupakan maha sempurna yang memberikan hadiah untuk ketabahan bunda. Nilai Sosial Nilai sosial adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berlaku umum di masyarakat. Nilai ini mengatur pola hubungan atau interaksi sosial antar sesama masyarakat. Nilai ini berupa sikap hidup, nilai hubungan masyarakat dengan perorangan, hubungan antar manusia, keadaan status sosial anggota masyarakat dan kebutuhan manusia itu sendiri. Nilai sosial dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal” “Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari anak laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah kos paling legendaris. Bahkan ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda” Pada kutipan pertama dikatakan termasuk dalam nilai sosial karena sikap abang yang menjadi pendengar setia perempuan itu yang bebas bercerita, ini merupakan hubungan abang dan perempuan itu. Pada kutipan kedua dikatakan nilai sosial karena kepandaian bunda dalam memasak yang membuat seisi rumah kos gila pada masakan bunda. Ini menggambarkan masakan bunda yang mempersatukan seisi rumah kos legendarisnya. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan adalah salah satu nilai dalam cerpen nilai yang menuntun manusia untuk selalu belajar, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari bodoh menjadi pintar. Nilai ini berkaitan dengan pelajaran yang bisa dipetik dari lingkungan formal maupun nonformal. Nilai pendidikan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik dari semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai pendidikan karena Abang yang pandai menghafal dan bermain walaupun ia tidak dapat mengobrolkan makna ini menggambarkan kepandaian Abang salam suatu hal. Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 259 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Nilai Moral Nilai moral adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan tingkah laku, perangai, atau budi pekerti antar sesama manusia. nilai moral merupakan nilai yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat, dimana istilah manusia merujuk ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif atau negatif. Nilai moral dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Dia mencintai bukan cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, bukan cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai moral karena adanya perbuatan bunda untuk mempertahankan cinta abang. Nilai Estetika Nilai estetika adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berkaitan dengan segi keindahan, baik itu keindahan bahasa, keistimewaan tokoh, penyampaian cerita, dan latar cerita. Nilai estetika dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan” Pada kutipan di atas dikatakan termasuk dalam nilai estetika karena bintang yang bersembulan dari cerikan awan kelabu sangat indah untuk dipandang dipekarangan. Nilai Perjuangan Nilai perjuangan adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berhubungan dengan semangat memperjuangkan sesuatu yang benar, dan rela berkorban demi kepentingan orang banyak. Nilai perjuangan Tidak hanya membahas tentang pahlawan saja, namun cerpen dengan nilai perjuangan juga bisa berarti tentang usaha dan pantang menyerah seseorang dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Nilai perjuangan dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda pada perempuan itu. “Dan selama kalian di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan” Pada kutipan diatas dikatakan termasuk dalam nilai perjuangan karena menceritakan perjuangan bunda dalam menjaga perasaan Abang agar bisa bertahan hidup. Nilai Psikologi Nilai psikologi adalah salah satu nilai dalam cerpen yang berhubungan dengan perasaan atau kejiwaan manusia, seperti bahagia, sedih, terharu, marah, dan lain Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 260 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional sebagainya. Nilai psikologi dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” dapat dilihat pada kutipan berikut “Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu” Pada kutipan diatas dikatakan termasuk dalam nilai psikologi karena terdapat kalimat “bulir-bulir besar penuh membasahi wajah” yang artinga menangis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis peneliti terhadap cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari dengan kajian pragmatik, dapat disimpulkan bahwa cerpen tersebut banyak mengandung nilai-nilai. Adapun nilai-nila cerpen yang terdapat dalam cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dewi Lestari yaitu nilai Agama, sosial, pendidikan, moral , estetika, perjuangan dan psikologi. Sehingga, cerpen ini cocok dianalisis menggunakan kajian pragmatik DAFTAR PUSTAKA Bala, A. 2022. Kajian Tentang Hakikat, Tindak Tutur, Konteks, dan Muka Dalam Pragmatik. Retorika Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, 31, 36-45. Casim, C., Pratomo, P., & Sundawati, L. 2019. Kajian Linguistik Forensik Ujaran Bau Ikan Asin Oleh Galih Ginanjar Terhadap Fairuz A Rafiq. Metabasa Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran, 12. Efendi, Agik Nur. 2020. Kritik Sastra Pengantar Teori, Kritik, & Pembelajarannya. Malang Mazda Media Etty Umamy. 2021. Analisis Kritik Sastra Cerpen “Seragam” Karya Aris Kurniawan Basuki. Jurnal Diklastari. Vol 1 2. Kasno, K. 2020. Kritik Atas Puisi-Puisi Karya Ahmad Nurullah dan Naning Pranoto. Pujangga Jurnal Bahasa dan Sastra, 52, 84-96. Lubis. 2020. Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan Pragmatik Pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna. Jurnal Bahasa. Vol 4 9. Pradopo, Rahmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang Dioma Ridwan. 2020. Kritik Sosial Dalam Cerpen Langit Makin Mendung Karya Kipanjikusmin Tinjauan Sosiologi Sastra. Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia. Vol 111. Kasmawati, Kritik Sastra dengan Pendekatan Pragmatik pada Cerpen “Malaikat Juga Tahu”… 2022 DIKSI 261 Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi Internasional Sayuti, S. A. 1993. Kritik Sastra Sebuah Tinjauan Umum. Diksi, 1. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengantar Semantik. Bandung CV. Angkasa Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta Pustaka Pelajar. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Kasnop>ABSTRAK Berbicara tentang kritik sastra, secara umum, selain untuk menghakimi karya sastra, juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan nilai karya sastra baik novel, cerpen, maupun puisi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan menafsirkan nilai karya sastra yakni Puisi-Puisi Langit Biru yang mencerminkan adanya kepedulian terhadap lingkungan hidup karena pencemaran udara. Teori yang diterapkan untuk mendeskripsikan adalah kritik pandangan ”Tiga M Krit ik Sastra Sawo Manila Menghibur, Mendidik, dan Mencerdaskan. Metode penulisan ini adalah deskriptif kualitatif yaitu menafsirkan nilai-nilai puisi, menghibur, mendidik, dan mencerdaskan dalam Puisi-Puisi Langit Biru. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam karya sastra khususnya dalam puisi karya Ahmad Nurullah dan Naning Pranoto terdapat makna yang mengangkat pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan manusia atas pencemaran udara dan lingkungan yang kurang sehat. Kata Kunci Kritik Sastra, Puisi, Menghibur, Mendidik, Mencerdaskan ABSTRACT Generally, literary criticism function for both judging literary work and interpreting novel, short story, and poetry. This article aims at describing and interpreting Puisi-Puisi langit Biru’which is reflecting the concern for the environment due to air pollution. This article used the three M Sawo Manila Menghibur, Mendidik, and Mencerdaskan Entertaining, Educating, and Developing Mind Theory. The method of the study employs descriptive qualitative, which is interpreting the values of poetry, those are Menghibur, Mendidik, and Mencerdaskan Entertaining, Educating, and Developing Mind. The result shows that in literary works, poems written by Ahmad Nurullah and Naning Pranoto, there are meanings that raise the importance of the environment for human life for air pollution and an unhealthy environment. Key Words Literary Criticism, Poetry, Entertaining, Educating, Developing Mind
Semenjakada kata lockdown di tahun 2020, tidak hanya brand saja yang dituntut untuk berpindah ke digital, konsumen pun juga. Bagaimanakah cara brand. Tahu Gak sih Ternyata Influencer Marketing Penting Banget di Era New Normal Seperti Ini! Prajna Dewi Dibaca 161 5. Bandara Soetta Jakarta, "De Facto" dan "De Jure"
Malaikat Juga Tahu oleh Dewi “Dee” Lestari Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan. Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap setiap Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya. Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari. Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terganti pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta. Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi. Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. “Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.” Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin. Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu. Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada. Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.” “Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.” “Dia akan segera tahu kalian berpacaran.” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. “Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.” Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar. “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan.” Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun. Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati. Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai. *** Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati. Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya. Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia. Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. begitulah cerpen dari Dewi Lestari. Cerpen tersebut ada di buku atau kumpulan cerpen berjudul "Rectoverso" salah satu bacaan favorit saya pribadi. di sana ada beberapa kumpulan cerpen, hanya saja yang difilkan hanya 5, nah salah satunya Malaikat Tanpa Sayap ini yang ceritanya ada di awal. Awalnya jatuh cinta sama karyanya Dee itu ketika saya baca novel Perahu Kertas itu. pertama saya analisis cerpennya dulu deh. Unsur intrinsik cerpen Malaikat Juga Tahu 1. Tema Cinta sejati seorang Ibu kepada anaknya 2. Penokohan a. Bunda Protagonis Memiliki cinta sangat kuat kepada Abang “Cintanya adalah paket air mata, keringat dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri.” b. Abang Protagonis Memiliki cacat mental autis “Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda” c. Perempuan itu Antagonis Memiliki sifat egois “mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana.” “Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.” d. Adik Abang Antagonis Merupakan sosok yang sempurna Memiliki sifat yang egois Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur yang sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. 3. Alur Maju, karena diawali dengan pengenalan. Hal ini dapat diketehui sebab pengarang menguraikan peristiwa dan kejadian bahkan konflik secara kronologis. Dari peristiwa atau kejadian pertama kemudian disusul dengan peristiwa-peristiwa selanjutnya. 4. Sudut Pandang Orang ketiga pelaku utama. “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” 5. Latar a. Latar tempat Di sebuah rumah indekos “Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang” “Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil” b. Latar waktu sore hari “Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung.” Malam hari “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” c. Latar suasana 1. Menyenangkan “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” 2. Menyedihkan “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” 3. Mengharukan Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. 6. Amanat Dalam cerpen ini Dee yang merupakan ibu dari dua orang anak, ingin menunjukan tentang makna dari cinta yang abadi, tentang dedikasi seorang ibu kepada anaknya. 7. Gaya Bahasa a. Majas Hiperbola “Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari” b. Majas Antonomasia “sebutan untuk “Abang” A. Unsur ekstrinsik cerpen Malaikat Juga Tahu Dewi Lestari ialah satu tokoh Indonesia yang sukses di bidang musik dan juga sastra. Wanita yang lahir di bandung pada tanggal 20 Januari 1976 ini mengawali kisah suksesnya dengan menjadi penulis. Meluluskan sekolah di SMA Negeri 2 Bandung, Dee sapaan akrabnya kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Parahyangan jurusan Hubungan Internasional. Latar belakang pendidikannya ini membuatnya fasih merangkai kata, yang kemudian mendorongnya menjadi seorang penulis dan juga penyanyi terkenal Karir Menulis Karya Dee yang merupakan salah satu inovasi di dunia perbukuan Indonesia adalah paduan fiksi dan musik dalam buku sekaligus album Rectoverso. Buku ini terbit pada Agustus 2008. ini adalah mahakarya unik dan pertama di Indonesia. "Rectoverso" merupakan hibrida dari fiksi dan musik, terdiri dari sebelas cerita pendek dan sebelas lagu yang bisa dinikmati secara terpisah maupun bersama-sama. Keduanya saling melengkapi bagaikan dua imaji yang seolah berdiri sendiri tapi sesungguhnya merupakan satu kesatuan. Inilah cermin dari dua dunia Dewi Lestari yang ia ekspresikan dalam napas kreatifitas tunggal bertajuk "Rectoverso". Dengar fiksinya. Baca musiknya. Lengkapi penghayatan anda dan temukanlah sebuah pengalaman baru. Cerpen yang paling terkenal dari buku ini adalah Malaikat Juga Tahu yang mengisahkan cinta seorang ibu kepada anaknya yang menderita autisme. Cerpen ini juga disajikan dalam sebuah lagu, dengan kisah dan judul yang sama. Salah satu model video klipnya yang menggugah adalah Lukman Sardi yang juga menjadi pemeran utama dalam Film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Nilai yang menonjol pada analisis unsur ektrinsik ini adalah Pada akhirnya, jika semua Cinta di dunia di adu, siapapun-tidak hanya Malaikat, bahkan Tuhan pun tau Cinta Bunda-lah yang akan Jadi Juaranya. Karena cinta Bunda sejati. Abadi. Tidak ada yang menandingi. Lebih murni dari cinta siapapun di dunia ini. Cinta Bunda adalah bentuk Cinta Tuhan kepada manusia. Tuhan mengirimkan seorang Malaikat yang nyata, yang terkadang kita lupa menyadarinya bahwa dia adalah seorang malaikat. Dia adalah Bunda. Ibu kita. Manusia adalah makluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi sesama walaupun memiliki perbedaan karakteristik satu sama lain bahkan pertemuan di meja makan dengan memiliki selera yang sama dari masakan Bunda, dapat mempersatukan dalam kehangatan sebuah pertemuan dengan kuantitas yang banyak. “Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran” Manfaat Cerpen Pemilihan dan penetapan cerpen sebagai bahan/materi pembelajaran tentunya harus mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan secara umum yaitu a. Dilihat dari segi bahasanya, cerpen ini jelas menggunakan bahasa yang bisa dipahami pembaca orang Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Tidak hanya ini, gaya bahasanya pun menarik dan pilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata siswa dalam hal bidang keagamaan. b. Latar belakang budaya yang ditampilkan pun masih terasa umum. Jadi, siapa pun baik yang beragama Islam, kristen, Hindu,maupun Budha bisa dengan mudah memahaminya dan tidak menimbulkan pertentangan yang mendasar. awalnya sih tau judul ini dari lagu dan bingung maksudnya apa. pas baca novelnya ternyata paham maksudnya apa. kalau dari lirik bisa dianalisi begini. Lelahmu...jadi lelahku jugaBahagiamu...bahagiaku pastiBerbagi takdir kita selaluKecuali tiap kau jatuh hatiKali ini hampir habis dayakuMembuktikan padamu ada cinta yang nyata Setia hadir setiap hariTak tega biarkan kau sendiriMeski sering kali kau malah asyik sendiriKarena kau tak lihatTerkadang malaikat tak bersayapTak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaHampamu tak kan hilang semalamOleh pacar impian, tetapi kesempatanUntukku yang mungkin tak sempurnaTapi siap untuk diujiKu percaya diri, cintakulah yang sejatiNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaKau selalu meminta terus kutemaniDan kau s'lalu bercanda andai wajahku digantiMelarangku pergi karena tak sanggup sendiriNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juag tahuAku kan jadi juaranya jadi terlihat bahwa maknanya jika dilihat menyeluruh itu gak ada cinta setulus itu kecuali cintanya orang tua. diliat pada baik pertama itu memang kesedihan anak itu akan menjadi kesedihan orang tua karena orang tua itu membahagiakan anaknya bukan main dengan usaha dan perjuangan yang gak mudah. kalau bahagia sudah pasti dan jelas sekali menjadi tujuannya. terlebih kita jarang menyadari bahwa malaikat itu adalah orang tua karena malaikat bukan perihal bentuk dan rupa tetapi rasa dan kehangatan yang dirasakan seseorang. dilihat pada lirik Namun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyadan yang paling ngena ini sihKali ini hampir habis dayakuMembuktikan padamu ada cinta yang nyata Setia hadir setiap hariTak tega biarkan kau sendiriMeski sering kali kau malah asyik sendirijadi ga perlu kita galau atau patah hati berlarut. ga perlu merasa down merasa ga ada orang yang sayang sama kita, karena cinta sejati itu ada di sekeliling kita dan kita harus syukuri itu.
Nama Mochamad Arfan Kelas XI RPL 2 Absen 17 Malaikat Juga Tahu Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan. Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap setiap Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya. Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari. Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terganti pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta. Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi. Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. “Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.” Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin. Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada. Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.” “Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.” “Dia akan segera tahu kalian berpacaran.” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. “Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.” Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar. “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan.” Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun. Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati. Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai. Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati. Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya. Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia. Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. Unsur Intrinsik Tema Cinta dan Kasih Sayang Penokohan 1. Abang anak kedua bunda yang mempunyai kelainan jiwa yaitu autis. 2. Leia, seorang perempuan yang indekos di rumah Abang dan kerap menemaninya dalam aktivitas sehari-hari. 3. Hans, adik dari Abang yang memiliki segalanya yang tidak dipunyai Abang. 4. Bunda sosok orangtua biasa menjadi pilar utama yang menyokong kehidupan sehari-hari mereka. Latar tempat -di pekarangan -di rumah bunda -di rumah sakit Latar Waktu -Pagi dan Sore -Malam Latar Suasana -Menyedihkan -Menegangkan -Bahagia Alur Maju Sudut Pandang Orang ketiga Pelaku Utama “Laki-laki itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” Amanat Dalam cerpen ini menunjukkan tentang makna dari cinta yang abadi, tentang dedikasi seorang ibu kepada anaknya.cerpen dewi lestari malaikat juga tahu